Minggu, 20 Maret 2011

Budidaya Gaharu Sangat Menjanjikan Keuntungan


MASIH banyak masyarakat di daerah yang belum tahu prospek bisnis berkebun pohon gaharu. Jika mendengar harga gaharu dengan kulitas king, telinga kita akan terperanjat. Perkilonya bisa mencapai Rp 50 juta. Syaratnya, petani harus rajin merawat dan menjaga pertumbuhan pohon gaharu tersebut. Di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), sudah ada sekitar 28.000 bibit yang sudah ditanam. Ada di Desa Layuh dan Karatau Mandala Kecamatan Batu Benawa, Desa Kambat Kecamatan Pandawan, dan Desa Haur Gading Kecamatan Batang Alai Utara (BAU).
Bibit yang sudah ditanam tersebut ada yang sudah berusia lima tahun. Salah satu pembudi daya, M Yani, saat ditemui menceritakan, sejak tahun 2002 dia sudah mulai tertarik dengan usaha budi daya gaharu ini. Sebagai masyarakat pencinta hutan, dia punya komitmen untuk memberdayakan masyarakat petani di daerah. “Saya punya harapan, petani kita memiliki masa depan yang baik. “Ya salah satunya mengembangkan budi daya gaharu ini,” tandasnya.
 Selain itu, pihaknya akan memberikan bantuan berupa bibit, penyuntikan, dan pemasaran. Sedangkan system pembagian hasil, petani kebagian 40 % dan pihaknya 60%. “Petani cukup menyediakan lahan dan bisa merawat pohon gaharu tersebut agar bisa tumbuh subur,” tandasnya.
Sementara itu, Peneliti Gaharu dari Litbang Kehutanan Departemen Kehutanan RI, dr Erdy Santoso mengatakan, gaharu memiliki harga ekonomis yang tinggi serta dapat tumbuh di kawasan hutan tropis. Pengembangan pohon gaharu saat ini belum terlalu banyak dikenal. Hanya orang tertentu yang sudah mengembangkan dan menanam pohon ini. Padahal, keuntungan dari bisnis pohon gaharu dapat mengubah tingkat kesejahteraan warga hanya dalam waktu beberapa tahun.
Selain dapat tumbuh di kawasan hutan, katanay pohon gaharu juga dapat tumbuh di pekarangan warga. Sehingga warga memiliki banyak kesempatan untuk menanam pohon yang menghasilkan getah wangi ini. Banyaknya getah yang dihasilkan dari pohon gaharu tergantung dari masa tanam dan panen pohon tersebut. Misalnya untuk usia tanam selama 6 sampai 8 tahun, setiap batang pohon mampu menghasilkan sekitar 2 kilogram getah gaharu,” sebutnya. Sementara harga getah gaharu mencapai Rp 5-20 juta per kilogram. Harga itu tergantung dari jenis dan kualitas getah gaharu. Untuk getah gaharu yang memiliki kualitas rendah dan berwarna kuning laku dijual Rp5 juta per Kg, sedangkan untuk getah pohon gaharu yang berwarga hitam atau dengan kualitas baik laku dijual Rp15-20 juta/kg.



n>

Sabtu, 19 Maret 2011

Gaharu Multi Manfaat

GAHARU  berupa resin padat yang terdapat dalam jaringan kayu pada dasarnya memiliki enam komponen utama yaitu furanoid sesquiterpene (a-agarofuran, bagarofuran dan agarospirol), furanoid sesquiterpene, chromone (dari jenis A. malacensis), sequiterpenoida, eudesmana, dan valencana. Kandungan tersebut membuat ciri khas gaharu seperti chromone yang memberikan aroma yang harum. 

Pemanfaatan gaharu yang paling banyak adalah dalam bentuk bahan baku (kayu bulatan, cacahan, bubuk). Aroma wangi atau harum dengan cara membakar secara sederhana banyak dilakukan oleh masyarakat Timur Tengah (seperti Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Yaman, Oman), sedangkan penggunaan yang lebih bervariasi banyak dilakukan di Cina, Korea, dan Jepang seperti bahan baku industri parfum, obat-obatan, kosmetika, dupa, dan pengawet berbagai jenis asesoris serta untuk keperluan kegiatan relijius.

Perkembangan teknologi kedokteran telah membuktikan secara klinis bahwa gaharu dapat dimanfaatkan sebagai obat seperti anti asmatik, anti mikroba, stimulant kerja syaraf dan pencernaan.  Di Cina kuno, Gaharu digunakan sebagai obat sakit perur, perangsang nafsu birahi, penghilang rasa sakit, kanker, diare, tersedak, ginjal, paru-paru, dll.  Di Eropa, gaharu diperuntukkan sebagai obat kanker.  Di India, gaharu juga dipakai sebagai obat tumor usus.  Disamping itu di beberapa negara seperti Singapura, Cina, Korea, Jepang, USA sudah menembangkan gaharu ini sebagai obat-obatan seperti penghilang stres, gangguan ginjal, sakit perus, asma, hepatitis, sirosis, pembengkakan liver dan limfa.


               MINYAK gaharu merupakan minyak yang dihasilkan dari distilasi kayu gaharu baik dengan sistem basah ataupun sistem kering.  Minyak gaharu sangat diminati oleh berbagai pengguna terutama untuk sumber atau bahan minyak wangi atau parfum, untuk bahan obat, dan untuk penggunaan lainnya.
               Minyak gaharu harganya sangat bervariasi tergantung dari tingkat kemurnian atau dari kualitas bahan yang digunakan.Pada saat ini harga di tingkat petani dengan kualitas standar mencapai Rp. 60 juta per liter.  Kami menyediakan kualitas super dengan harga Rp. 200 juta per liter.





v>

Potensi Gaharu Indonesia di Pasar Dunia


>

GAHARU, adalah  jenis tanaman ini sangat akrab di wilayah tropis seperti Indonesia ini. Siapa yang tidak kenal gaharu. Masyarakat Indonesia yang tumbuh dengan pengaruh asia terutama India, China dan Melayu sangat akrab dengan gaharu mulai awal era klasik Nusantara. Kebudayaan Hindu, Bhuda, Konghucu memanfaatkan kayu gaharu untuk: Keperluan ritual keagamaan (dupa, hiyo; Hindu Budha, Konghucu), Pengharum badan , Pengharum ruangan, Bahan kosmetik, Obat-obatan sederhana. 
Kayu gaharu dulu didapatkan di hutan hujan tropis. Hutan hujan tropis Nusantara memberikan secara alamiah proses terbentuknya kayu gaharu di wilayah sesuai dengan syarat tumbuhnya: Sesuai dengan kondisi habitat alami; Dataran rendah, Berbukit (< 750 mdpl).
Jenis Aquilaria tumbuh baik di jenis tanah Podsolik merah kuning, tanah lempung berpasir, dengan drainage sedang sampai baik, iklim A-B, kelembaban 80%, suhu 22-28 derajat Celsius, Curah hujan 2000-4000 mm/th. Tidak baik tumbuh di tanah tergenang, rawa, ketebalan solum tanah kurang 50 cm, pasir kwarsa, tanah dengan pH < 4. 
Jaman dulu gaharu diperoleh dari alam langsung untuk kepentingan sendiri. Tetapi dalam perkembangannya kayu gaharu menjadi komoditas yang langka karena diexploitasi besar-besaran dan mulai diperdagangkan ke berbagai penjuru dunia (China, Arab, India dan Eropa dll). Saat ini menjadi suatu kesulitan untuk mendapatkan kayu gaharu dalam jumlah besar, karena hutan-hutan sudah dilindungi dan dikonservasi. Meskipun demikian di pasar selalu beredar komoditas tersebut yang diambil dari hutan-hutan. Kecuali daerah-daerah yang memenag sudah melakukan pembudidayaan gaharu.
Saat ini Pusat Penelitian geografi Terapan (PPGT-FMIPA) Universitas Indonesia (UI) sudah meluncurkan hasil penelitiannya terkait dengan rekayasa produksi kayu gaharu. Kayu gaharu yang tadinya hanya didapatkan dari alam langsung sekarang sudah dapat dbudidayakan dengan lebih seksama seperti tanaman perkebunan lain (teh, kopi, coklat, karet dll). 
Gaharu rekayasa memberikan peluang perencanaan budidaya yang lebih akuntable, dari mulai penyemaian, pembibitan, penanaman, penyiapan lahan, pemupukan, perawatan, pengobatan, rekayasa in-okulasi (pemasukan enzim pembentuk jamur gaharu yang harum dan khas wangi baunya. Dari mulai penanaman hingga dapat dilakukan inokulasi ketika pohon gaharu berumur 4-5 tahun. Dan setelah 1-2 tahun kemudian dapat di panen. 
Kebutuhan gaharu dunia sangat besar quota Indonesia 300 ton/tahun baru dapat dipenuhi 10 % inipun berasal dari gaharu alam. Temuan rekayasa produksi kayu gaharu memberi peluang yang sangat besar bagi perkebunan di Indonesia. Dan keuntungan lainnya gaharu dapat disisipkan di sela-sela perkebunan karet, ataupun dapat juga perkebunan gaharu dengan sistem tumpang sari yang mana pohon gaharu sebagai tanaman induk (tanaman keras tahunan) dan pada lahan yang sama di tanam tanaman musiman yang disarankan jenis tanaman dengan buah di atas (bukan umbi-umbian). 
Jika pada tahun 2009 pemerintah bersama masyarakat perkebunan dan pertanian secara serentak melakukan penanaman dan tahun 2014 dilakukan penyuntikan (inokulasi) maka 2015/16 Indonesia menjadi produsen kayu gaharu terbesar di dunia.
Mari bersama sama mensukseskan 2009 sebagai tahun Gaharu Indonesia. Dan saat ini pihak UI sudah mempersiapkan bibit gaharu sebanyak-banyaknya. Kami bekerjasama dengan UI sudah memulai penanaman bibit gaharu, baik di Jawa Barat(sawangan Depok), Yogyakarta (kulon Progo), maupun Jawa Timur (Malang).


Selasa, 08 Maret 2011

Gaharu: Berlian Hijau dari Timur




Oleh Robert Eppedando, S.Fil

GAHARU adalah bahan aromatik termahal di dunia. Indonesia adalah eksportir gaharu nomor satu dunia. Namun, kuota ekspor Indonesia per tahun menurun drastis. Dari 456 ton (1999) tersisa hanya 30 ton (2000). Apakah kuota 2010 kembali menanjak? Tentu tidak. Penyebabnya yakni adanya penebangan pohon penghasil gaharu di hutan secara liar, tanpa ada upaya budi daya (peremajaan). Padahal, harga gaharu kualitas terbaik di pasar internasional berkisar Rp 5 juta s/d Rp 20 juta per kg. Bahkan pernah bertengger di Rp 100 juta per kg. Harga gaharu kelas paling rendah saja sekitar Rp 50 ribu per kg. Gaharu merupakan bahan baku untuk parfum elit, kosmetik mahal, obat-obatan (chemical content), dan ritual keagamaan.
Mahalnya harga gubal pohon gaharu tersebut menghipnotis banyak orang untuk berlomba membudi-dayakannya. Selain bernilai ekonomis tinggi, gaharu dapat tumbuh di hutan tropis. Seluruh komponen gaharu, dari akar hingga ujung daun memiliki harga tinggi.  Namun, pengembangan spesies pohon gaharu saat ini belum banyak dikenal publik. Hanya orang tertentu saja yang sudah mengembangkannya. Padahal, budi daya gaharu dapat mendatangkan banyak uang dalam waktu relatif singkat. Apalagi pohon tersebut dapat tumbuh di pekarangan rumah. Petani bisa memiliki banyak kesempatan untuk menanamnya di pekarangannya.
Gaharu sudah dikenal sebagai komoditas termahal dan konsumsi raja-raja semenjak kerajaan kuno Mesir, Babilonia, Mesopotamia, Romawi, dan Yunani. Mumi-mumi di Mesir, selain diolesi kayu manis dan cengkeh, juga diberi minyak mur, minyak cendana, dan minyak gaharu. Dalam Alkitab, disebutkan bahwa kain kafan Sang Manusia Ilahi, Ilahi Manusia (Yesus Kristus) direciki aloe. Aloe yang dimaksud bukan aloevera (lidah buaya), melainkan gaharu. Karena itu, kayu gaharu disebut aloeswood (kayu aloe). Sinonim lainnya adalah agarwood, heartwood, dan eaglewood.
Di pasar internasional, gaharu diperdagangkan dalam bentuk kayu, serbuk, dan minyak. Kayu gaharu bisa dijadikan bahan kerajinan bernilai tinggi. Minyaknya merupakan parfum kelas atas. Dupa gaharu dapat dimanfaatkan untuk mengharumkan ruangan, rambut, tubuh, dan pakaian para bangsawan. Aroma gaharu digunakan sebagai bahan aromatherapy pada spa-spa elit di Jakarta untuk ramuan awet muda (anti aging).
Serbuk gaharu digunakan sebagai dupa (hio) untuk ritual keagamaan, seperti Hindu, Budha, Kong Hu Cu, Tao, Shinto, Islam, dan Katolik. Kayu gaharu disebut sebagai kayu para dewa karena aromanya dipercaya bisa mentahirkan peralatan keagamaan. Bahkan, jikalau gaharu dibakar, maka roh-roh jahat akan hengkang dalam sekejab. Hanya roh-roh suci, bahkan orang kudus akan datang menghirup aroma surgawi itu. Mungkin hanya aroma gaharu yang layak mengitari tingkap-tingkap surga.
Selain untuk ritual keagamaan, parfum, kosmetik, dan obat-obatan, gaharu sering dikaitkan dengan mitis-magis, entah faedahnya maupun perburuannya di hutan. Hingga kini, pengambilan gaharu di belantara masih dilakukan secara tradisional, bahkan dibarengi ritual magis. Pencarian gaharu di lokasi sulit harus menggunakan pesawat terbang atau helikopter. Hilangnya beberapa pesawat terbang dan helikopter pencari gaharu di hutan Kalimantan memperkuat kesan mistiknya.
EQUATOR Development Advisor (EDAR) merupakan anggota Konsorsium ‘Berlian Hijau’ yang peduli akan kepunahan spesies gaharu, khususnya dan manfaat ekonomis tinggi, berupaya melakukan budi daya semua jenis gaharu yang ada di dunia (34 spesies) secara profesional serta ditunjang oleh kajian akademis dan para pakar gaharu dari IPB, UGM, LIPI, Badan Litbang Departemen Kehutanan, Institut Pertanian, dan lain-lain.
Dengan program Gerakan Gaharunisasi Nusantara (GEGANA), yang telah dideklarasikan bersama seluruh komponen bangsa hingga peserta dari Malaysia dan Brunei Darussalam di Magister Managemen UGM Yogyakarta, 9 Mei 2010, maka lembaga EDAR telah membentuk Komunitas Petani Gaharu (KOMPIGAR) di setiap desa untuk memulai program bersama pembudidayaan gaharu secara akademis-profesional dan menanggalkan nuansa magis-tradisional dan spiritual sempit tentang gaharu. Semua kelompok tersebut berafiliasi dengan Konsorsium ‘Berlian Hijau’.
Sekitar sepuluh tahun, berbagai upaya sedang dilakukan lembaga EDAR untuk mendatangkan spesies gaharu ke NTT, di mana Flores sebagai pilot project dan basis ‘EQUATOR Green Camp’ di NTT. Identifikasi spesies dan jamur penghasil gaharu di NTT sudah diproses sejak beberapa waktu silam di IPB dan LIPI. Teknik pembenihan, inokulasi, distilasi, dan pemasaran ke manca negara merupakan kesatuan paket yang telah disiapkan lembaga EDAR.
Haruslah dicatat bahwa tidak semua pohon penghasil gaharu bisa menghasilkan gaharu kelas tinggi dan dibutuhkan pasar. Ada gaharu berkategori ‘gaharu palsu’ (black magic wood atau BMW) dan ‘gaharu imitasi’ (fake). Karena itu, lembaga EDAR hanya mengembangkan gaharu bergenus aquilaria sp dan gyrinops sp, yang terbukti bernilai ekonomis tinggi. Kedua genus tersebut memiliki kadar gaharu tertinggi dan disukai pembeli mancanegara, khususnya Timur Tengah.
Karena itu, genus aquilaria sp yang sedang dan akan dikembangkan terdiri dari aquilaria  malaccensis, aquilaria  agallocha, aquilaria  secundana, aquilaria filaria, aquilaria beccariana, aquilaria hirta, aquilaria microcarpa, dan aquilaria crassna. Sedangkan genus gyrinops sp terdiri atas gyrinops versteegii, gyrinops rosbergii, gyrinops moluccana, dan gyrinops cuimingiana. Jadi, ada 12 spesies yang bisa dikembangkan di NTT.
Semua spesies pohon penghasil gaharu bisa tumbuh di lahan basah dan lahan kering dengan ketinggian 0 m dpl s/d. 1.000 m dpl (di atas permukaan laut). Walaupun termasuk tanaman yang tahan kekeringan, hidup di bawah naungan, seperti di bawah palem, pakis, mahoni, pisang, dan lain-lain yang membutuhkan kelembaban merupakan tempat favorit pohon tersebut.
Selain NTT sebagai sumber bibit gaharu untuk genus gyrinops versteegii dan gyrinops rosbergii, Kalimantan, Sumatera, dan Jawa juga menyediakan spesies gaharu dengan harga bervariatif, yakni kisaran Rp 7.500- s/d Rp 50.000/polibag. Setiap hektar dapat ditanam sekitar 500 s/d 1.000 pohon gaharu dengan jarak tanam sekitar 3 m x 3 m. Usia pohon 7 tahun s/d 9 tahun mampu menghasilkan gubal sekitar 2 kg kelas ‘super’ per pohon.
Penentuan harga bergantung pada kualitas gaharu. Gaharu kualitas rendah laku dijual Rp 5 juta per kg. Sedangkan untuk gubal gaharu berwarna hitam atau kualitas terbaik laku dijual Rp 15 juta s/d Rp 20 juta per kg, bahkan hingga Rp 100 juta per kg. Fantastik!
Menanam pohon penghasil gaharu dan menghasilkan banyak gubal diperlukan perawatan khusus, ilmu memadai, serta kajian akademis. Saat pohon gaharu berumur sekitar 5 tahun s/d 7 tahun, pohon tersebut perlu disuntik dengan jamur (inokulum) penghasil gaharu. Hingga kini, fusarium sp (dengan 8 spesies) adalah jamur penghasil gaharu paling cepat. Setiap pohon hanya memerlukan satu ampul jamur fusarium sp. Spesies inokulum teraktif yakni fusarium lateritium dan fusarium popullaria.
Identifikasi jamur akan dilokalisasikan dari spesies pohon penghasil gaharu yang berada di NTT, bukan diadopsi dari luar NTT. Jika tidak, maka pohon tersebut akan membusuk karena mendapat inokulasi jamur dari locus lain, yang bisa saja terinfeksi mikroba antarpulau, yang merusak produksi pohon itu sendiri. Kasus di Kalimantan tahun 2009 menjadi pelajaran berharga karena beberapa hektar perkebunan gaharu serentak membusuk lantaran pemiliknya mengimpor dan menginokulasi jamur dari Jawa, yang tidak sesuai dengan karakter pohon di pulau tersebut, walaupun jamur berspesies sama.
Terbentuknya gubal gaharu setelah pohon tersebut terinfeksi jamur tertentu, seperti fusarium sp. Akibat terinfeksi, maka pohon tersebut mengeluarkan getahnya yang sangat harum. Getah tersebut menggumpal dalam batang kayu. Setelah sekian lama, batang pohon menjadi gubal, yakni berwarna hitam pekat dan harum. Pohon yang tidak terinfeksi jamur fusarium sp misalnya, tidak akan menghasilkan gaharu.
Pemasarannya sangat mudah, karena banyak pembeli siap menjemput petani yang memiliki gaharu. Banyak eksportir berlomba mendapatkan gaharu dengan harga bersaing. Kini, gaharu yang sedang beredar di pasaran, lebih banyak berasal dari perburuan liar di hutan. Pencari gaharu terkadang tidak mampu membedakan kayu yang bergubal dan tidak bergubal. Karena itu, semua spesies aquilaria sp dan gyrinops sp ditebang tanpa sortasi. Akibatnya, populasinya terancam punah.
Dalam pertemuan ke-13 Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES Conference of Parties ke-13) di Bangkok, Thailand, 2-14 Oktober 2004, genus aquilaria sp telah dimasukkan dalam Appendix II. Artinya, pohon tersebut layak dilindungi, dibudidayakan, dan dilarang penebangan tanpa mengantongi surat izin dari CITES. Namun, karena tingginya nilai ekonomis, maka penebangan terhadapnya tak tercegah.
Mengingat tingginya nilai gaharu dan juga kelangkaannya, maka budidaya gaharu semakin mendesak. Upaya membuat hutan aquilaria sp dan gyrinops sp bisa dilakukan dengan mudah. Sebab tumbuhan kedua genus tersebut relatif mudah dikembangbiakkan dan toleran dengan lokasi ekstrim sekali pun.
Apabila pemilik lahan tidur di NTT, entah lahan kering atau lahan basah, mulai berbudi daya pohon penghasil gaharu, maka dalam kisaran 7 tahun s/d 9 tahun ke depan pemiliknya akan menghasilkan uang ratusan juta hingga miliaran rupiah. Dibandingkan komoditas lain, gaharu adalah peluang bisnis sangat menjanjikan hingga 12 abad mendatang. Karena satu pohon usia dewasa dapat menghasilkan uang puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Inilah ‘berlian hijau dari Timur’, harta karun yang terlupakan, yang mampu melahirkan pundi-pundi kemakmuran bagi orang NTT, yang selalu saja berkutat pada masalah yang sama, miskin, miskin dan miskin. Dalam kurun waktu 7 tahun s/d 9 tahun  mendatang, tak ada lagi alasan demikian. Jika tidak, sebaiknya sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya dan dibuang ke lautan karena tidak bermanfaat bagi dirinya dan orang-orang yang dicintainya. Apalagi spesies gyrinops versteegii dan gyrinops rosbergii yang bermarkas di NTT sangat dicari negara Yaman karena aromanya sangat disukai mereka. Tak heran jikalau beberapa waktu lalu harganya mendekati Rp 100 juta per kg.
Hai, saudari-saudaraku orang NTT, kau apakan lahan kosong mahaluas, yang terbentang dari Manggarai Barat sampai Lembata, dari Sumba Barat Daya hingga Sumba Timur, dari Rote Ndao sampai Belu? “Berlian Hijau’ yang dulu tercecer sudah di genggaman Anda dan siap didulang dan diasah. Selamat menuai  ‘berlian hijau’  menuju kebebasan finansial (financial freedom), kebebasan ekonomi (economic freedom), dan kebebasan sosial (social freedom).*
Direktur EQUATOR Development Advisor,Direktur Universe MUSIC EFFECT Consulting Anggota Konsorsium ‘BERLIAN HIJAU’
Sumber: http://www.poskupang.com/read/artikel/48504/editorial/opini/2010/5/31/gaharu-berlian-hijau-d